BERPIKIR SEBALIKNYA
BERPIKIR
SEBALIKNYA
Pernahkan Anda ditolak
ketika Anda menawarkan pertolongan?
Pernahkan cinta Anda
ditolak oleh wanita yang begitu Anda sayangi?
Pernahkan Anda ditolak
pembeli?
Mungkin Anda pernah
ditolak selain dari ketiga di atas?
Pada dasarnya setiap
manusia tidak ada yang menyukai dengan penolakan. Penolakan berarti bentuk
respon yang tidak sesuai dengan yang
diharapkan . Ketika saya awal menjalankan bisnis network marketing bayangan penolakan sudah datang lebih dulu
sebelum saya melakukan presentasi kepada teman. Saya sudah bisa membayangkan
bagaimana rasanya hati saya, harga diri saya, kepercayaan diri saya akan hancur
lebur bukan karena musibah sunami besar yang pernah terjadi di Aceh tapi karena
ungkapan lembut dan singkat “Tidak, stop saya tidak suka bisnis Anda”. Impian
yang sebelumnya aku katakan bahwa impian itu sesuatu yang membahagiakan tapi
ternyata salah, impian itu membosankan, memalukan, menyakitkan dan memuakkan.
Orang-orang yang lebih
dulu menjalankan bisnis ini sudah pernah mengalami apa yang saya alami
sekarang. Walaupun mereka sudah berada dipuncak kejayaannya, penolakan masih
tetap melekat pada baju-baju mereka yang seharganya jutaan rupiah. Bukan
berarti orang yang sukses, jatah penolakannya sudah habis. Penolakan itu akan
tetap ada sebanding dengan hasil yang mereka capai.
Hambatan-hambatan
tersebut semakin besar ketika saya tidak bisa menemukan kunci jawabannya.
Sebuah jawaban muncul dihadapan saya untuk terus menikmati penolakan-penolakan
walaupun itu terjadi seumur hidup.
“Ketika kalian mencoba
untuk presentasi satu, dua atau lebih janganlah kalian mengharapkan diterima.
Hapus kata diterima dari data ingatan kalian, pikirkan saja bahwa kalian
berharap ditolak. Pikirkanlah kuantitas, jangan memikirkan kualitas Anda
ngomong. Jika Anda berharap diterima, ditolak sakit. Tapi jika Anda berharap
ditolak, saya yakin Anda mendapatkan banyak kesenangan.” sambil menjepit rokok
dengan kedua jarinya, upline saya
memberikan pola pemahaman Whatever you
think, think the opposite.
Mungkin buat Anda yang
sedang membaca buku ini berkata “ Hidup ini tak semudah omongannya Mario
Teguh.”
Ketika itu terjadi
dalam diri saya. Saya menyadari bahwa faktor penghambat saya untuk bergerak
menembus pagar impian tersebut adalah ketakutan saya akan rasa sakit bila
mencoba membenturkan diri ke pagar besi. Tapi saya tidak akan merasakan sakit
bila saya melewati pagar dengan memanjatnya.
Comments
Post a Comment